Mencintai Kaum Anshar Tanda Iman
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya,
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:” آيَةُ الإِيْمَانِ حُبُّ الأَنْصَارِ وَآيَــةُ النِّفَاقِ بُعْضُ الأَنْصَارِ
dari Anas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Tanda keimanan adalah cinta kepada kaum Anshar. Dan tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar”. (HR. Al-Bukhari)
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam al-Bukhari rahimahullah dalam Shahihnya kitab al-Iman ‘bab tanda iman adalah cinta kaum Anshar’ (hadits no.17) dari gurunya yang bernama Abul Walid Hisyam bin ‘Abdul Malik al-Bashri. Beliau juga mengulang hadits tersebut melalui gurunya yang lain bernama Muslim bin Ibrahim di kitab Manaaqib al-Anshaar (sisi-sisi kebaikan kaum Anshar) bab Hubbu al-Anshaar (mencintai kaum Anshar) (hadits no.3783) dari Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu juga.
Biografi Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
Anas bin Malik bin an-Nazhr al-Anshari al-Khazraji, Abul Hamzah al-Madani. Ia adalah pembantu Rasulullah yang telah berkhidmat selama 10 tahun. Imam Suyuthi mengkategorikannya ke dalam tujuh orang Sahabat yang memiliki hafalan hadits paling banyak. Tepatnya, ia meriwayatkan sejumlah 2286 hadits. Wafat tahun 93 H, dalam usia lebih dari 100 tahun di kota Basrah, Irak. Dan ia adalah Sahabat Nabi yang paling akhir wafat di sana.
Asal-usul kaum Anshar
Istilah kaum ‘Anshar’ hanya melekat pada dua suku, Aus dan Khazraj yang tinggal menetap di Madinah. Sebelumnya, mereka dikenal dengan Bani Qailah. Qailah adalah ibu yang menyatukan mereka. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaih wasallam menamakan mereka dengan sebutan Anshar sebagaimana tertuang dalam hadits di atas (dan hadits lainnya) dan selanjutnya menjadi simbol nama yang melekat erat pada mereka.
Allah pun menyebut mereka dengan penamaan ini. Hal ini berdasarkan satu atsar dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang pernah ditanya oleh seseorang bernama Ghailan bin Jarir, “Tentang (nama) Anshar, apakah kalian menamakan diri kalian dengannya atau Allahlah yang menamakan kalian dengannya?”. Anas menjawab, “Bahkan Allahlah yang menamakan kami dengan sebutan Anshar”. (Shahih al-Bukhari no.3776).
‘Perkenalan’ mereka dengan Islam dimulai dengan terjunnya Rasulullah untuk mendakwahi kabilah-kabilah yang datang pada musim haji tahun 11 kenabian. Seruan dakwah yang disampaikan beliau kepada mereka tidak menemui hambatan. Sebagian mereka berkata kepada yang lain, “Kalian tahu tidak, demi Allah, ia adalah benar-benar nabi (akhir zaman) yang sudah disebut-sebut oleh kaum Yahudi. Janganlah kalian sampai didahului orang-orang Yahudi untuk mengimaninya”.
Pada musim haji tahun 12 dan 13 kenabian, terjadilah baiat (perjanjian setia) antara rombongan dari mereka dengan Nabi di Mina yang kemudian dikenal dengan Baiat ‘Aqabah Pertama dan Baiat ‘Aqabah Kedua. Ringkasnya, mereka menerima untuk bertauhid kepada Allah, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak berbuat kedustaan, serta berjanji membela Nabi dan menyediakan tempat tinggal bagi beliau di Madinah.
Mengapa harus cinta kepada kaum Anshar?
Kata الأَنْصَارِ (al-Anshar) bentuk jamak dari kata نَاصِرٌ (naashir) yang bermakna penolong. Mereka itu penduduk Madinah yang telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammmad shallallahu ‘alaihi wasallam yang menjadi orang-orang yang menolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Predikat mulia ini hanya melekat pada diri mereka saja karena mereka telah menyediakan tempat tinggal bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang yang datang berhijrah dari Makkah ke Madinah yang kemudian dikenal dengan kaum Muhajirin. Tidak itu saja, mereka juga memperhatikan keperluan-keperluan dan kebutuhan-kebutuhan hidup kaum Muhajirin dan dengan jiwa dan harta-benda mereka, serta lebih mengutamakan kepentingan kaum Muhajirin dalam banyak hal daripada diri kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri, walaupun mereka dalam kesulitan hidup dan membutuhkan. Demikian paparan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (1/122).
Semua kemurahan hati dan pengorbanan itu mereka lakukan karena Allah Ta’ala, atas dorongan keimanan dan kecintaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, tanpa pamrih duniawi, sedirham pun! Akhirnya, kaum Muhajirin menyatu dengan kaum Anshar di kota Madinah dengan kemudahan yang ditawarkan oleh kaum Anshar. Maka, Islam pun menyebar lebih luas dan kian kokoh saja. Dan para penganutnya kian bertambah dari hari-ke hari.
Allah Ta’ala telah memberitahukan tentang keutamaan kaum Anshar dalam al-Qur`an. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. (QS al-Hasyr/59:9).
Dengan melihat paparan singkat keutamaan kaum Anshar, bukankah sangat beralasan bila mencintai kaum Anshar termasuk pertanda iman seorang Muslim. Dengan sesama saudara Muslim saja, kita harus saling mencintai dan menyayangi, apalagi terhadap kaum Anshar (dan Sahabat Nabi secara keseluruhan) yang jasa mereka amat besar bagi perkembangan Islam. Maka, tidak heran bila kecintaan kepada mereka termasuk tanda iman seseorang. Dan amat mengherankan bila ada orang yang membenci mereka itu, sehingga Nabi pun menyebut kebencian terhadap mereka sebagai salah satu tanda kemunafikan. Aneh khan kalo ada orang yang membenci insan-insan yang sudah mengorbankan apa saja yang mereka miliki untuk Allah dan RasulNya serta Islam. Padahal, Allah saja telah memuji dan meridhai mereka.
Allah berfirman (yang artinya) : “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”.(QS at-Taubah/9:100).
“Pada ayat yang mulia ini, tidak kasat mata lagi bahwa sesungguhnya Allah telah menegaskan melalui ayat yang mulia ini bahwa Dia telah ridha kepada dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti mereka dengan baik. Ini menjadi dalil Qur`ani yang tegas bahwa orang yang mencela dan membenci mereka, ia adalah orang sesat, menentang Allah Azza wa Jalla, lantaran ia membenci orang yang telah diridhaiNya” (Adhwa`ul Bayaan 2/423).
Karenanya, tampak sekali kesalahan orang yang mencela dan merendahkan para Sahabat Nabi secara umum, apalagi sampai mengkafirkan mereka!. Maka, pantas saja Rasulullah melekatkan sifat nifak kepada orang yang membenci generasi Sahabat yang merupakan generasi manusia terbaik sepanjang zaman setelah para nabi dan rasul. Orang yang menjelek-jelekkan, merendahkan, apalagi sampai mengkafirkan para Sahabat, ia pantas sekali dipertanyakan keislamannya. Karena Islam yang diajarkan Nabi Muhammad tidaklah tersebar kecuali melalui mereka.
Maka, cintailah dan kenalilah mereka, serta waspada terhadap pernyataan yang melecehkan derajat mereka. Semoga Allah menghinakan orang-orang yang memiliki keyakinan-keyakinan buruk terhadap para Sahabat.
Mengenal beberapa tokoh kaum Anshar
Setelah mengetahui keutamaan golongan Anshar, dan kewajiban mencintai mereka, maka sekarang tiba saatnya untuk mengenal beberapa dari mereka. Mau tahu?. Orang pertama yang perlu kita ketahui namanya adalah Sa’d bin Mu’adz sang pemimpin suku Aus, ‘Ubadah bin Shamit yang ikut serta dalam Ba’at Aqabah I dan II, Jabir bin ‘Abdillah yang memiliki hafalan sebanyak 1540 hadits, Sa’d bin Rabi’ seorang hartawan lagi dermawan dari kaum Anshar yang dipersaudarakan dengan ‘Abdur Rahman bin ‘Auf, Mu’adz bin Jabal yang dikenal kedalaman ilmu fiqihnya, Zaid bin Tsabit sang penulis wahyu, ‘Abdullah bin Rawahah salah seorang panglima syahid dalam Perang Mu’tah, Ubay bin Ka’b penyair Nabi, Abu Ayyub al-Anshari yang rumahnya ditempati Rasulullah setibanya di Madinah.
Radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Wallahu a’lam
—
Penulis: Ustadz Muhammad Ashim Musthafa, Lc.
Artikel Muslim.Or.Id
🔍 Ilmu Tauhid Mengenal Allah, Ayat Kesempurnaan Hanya Milik Allah, Tata Cara Sholat Berjamaah Suami Istri, Update Status Yang Merusak Amalan
Artikel asli: https://muslim.or.id/21421-mencintai-kaum-anshar-tanda-iman.html